Artikel Terbaru

Jumat, 13 Mei 2016







Kepadatan Penduduk

Dengan meningkatnya angka kelahiran maka pertambahan pendudukpun melonjak tinggi. Sehingga kepadatan populasi meningkat. Hal ini akan mempengaruhi daya dukung lingkungan. Daya dukung yang terbatas menyebabakan akan terjadinya kelangkaan sumberdaya alam dan akan timbul persaingan yang lebih ketat.

Angka kelahiran yang tingga tanpa diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, seringkali hanya dapat mencetak sumberdaya manusia yang kurang berkualitas.

Masalah kependudukan dan kerusakan lingkungan yang kali ini masih di hadapi oleh bangsa Indonesia dan Negara-negara lain.

Keperhatinan tersebut tidak hanya memberikan solusi penanganan masalah lingkungan yang bijak. Melainkan juga merupakan ancaman bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup sedang pada tahap yang memeperhatinkan.

Jika tidak ada upaya yang dilakukan sedini mungkin, lambat tahun dunia ini akan musnah. Dikarnakan alam sudah tidak bisa lagi memberikan apa apa terhadap manusia lagi. Sedangkan manusia tergolong bagian internal dari lingkungan hidup.

Antara manusia dan lingkungan memiliki hubungan ketergantungan yang sangat erat. Manusia dalam hidupnya senantiasa berinteraksi dengan lingkungan di mana manusia itu berada. Lingkungan hidup mencakup keadaan alam yang luas. Dalam lingkungan alamnya manusia hidup dalam sebuah ekosistem yakni suatu unit atau satuan fungsional dari makhluk-makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam ekosistem terdapat komponen abiotik pada umumnya merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi makhluk-makhluk hidup diantaranya: tanah, udara atau gas-gas yang membentuk atmosfer, air, cahaya, suhu atau temperatur, sedangkan komponen biotik diantaranya adalah: produsen, konsumen, dan pengurai. Kehidupan manusia sangat tergantung pada keadaan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan lingkungan fisik yang ada disekitarnya.

Berikut ini adalah pembahasan tentang dampak ledakan penduduk, dampak kepadatan penduduk, pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan, dampak kepadatan penduduk terhadap lingkungan, akibat kepadatan penduduk, pengaruh kepadatan penduduk terhadap lingkungan, pengaruh kepadatan populasi terhadap lingkungan, dampak pertumbuhan penduduk.


Dampak Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk yang besar menyebabkan kebutuhan hidup juga besar serta menyebabkan ruang gerak yang sangat terbatas. Kebutuhan hidup yang besar jika tidak dapat terpenuhi akan menyebabkan kemiskinan, kemerosotan kesejahteraan, dan dampak sosial yang lain.

Selain itu, ledakan penduduk juga berpengaruh buruk terhadap lingkungan, misalnya pencemaran tanah, air, dan udara.

Berikut ini akan kalian pelajari lebih lanjut tentang dampak ledakan penduduk terhadap persediaan air dan udara bersih, serta kebutuhan pangan dan lahan.

1. Dampak Negatif Ledakan Penduduk terhadap Persediaan Air Bersih

Air merupakan sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan. Jumlah air di bumi ini tetap. Sementara itu, jumlah penduduk makin bertambah dari tahun ke tahun.

Dua hal yang bertolak belakang ini tentu akan menimbulkan masalah yang cukup serius jika persediaan air bersih sangat terbatas.

Bertambahnya jumlah penduduk tentu menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Berbagai industri mulai bermunculan untuk memenuhi kebutuhan manusia misalnya industri pangan, pakaian, obat-obatan, hiburan, dan sebagainya.

Kegiatan industri ini membutuhkan air yang cukup banyak. Coba bayangkan kita harus berebut air bersih dengan mesin-mesin industri.

Bukan hanya itu, distribusi air yang secara geografis tidak merata ditambah distribusi kepadatan penduduk yang tidak merata pula, jelas akan menimbulkan ketidakseimbangan persediaan dan kebutuhan akan air yang sulit diatasi.

Bagaimana cara mengatasi kebutuhan air pada suatu wilayah? Langkah pertama yang harus kalian lakukan adalah memperkirakan jumlah air yang digunakan oleh setiap orang dalam seharinya. Bagaimana kebutuhan air bersih penduduk desa kalian?

2. Dampak Ledakan Penduduk terhadap Persediaan Udara Bersih

Dalam satu hari kita menghirup dan mengeluarkan udara sebanyak 13.630 liter. Pada saat menghirup udara kita membutuhkan udara yang bersih. Udara dikatakan bersih jika mengandung cukup oksigen.

Oksigen dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Jadi, tumbuhan hijau merupakan penyuplai oksigen bagi makhluk hidup. Selain itu, tumbuhan hijau juga dapat menurunkan kadar karbon dioksida di udara.

Kebersihan udara tidak semata-mata ditentukan oleh kadar oksigen saja. Di udara terkandung pula gas-gas lain, seperti karbon dioksida (CO2), oksida belerang (SOx), dan oksida nitrogen (NOx).

Bila kandungan gas-gas ini meningkat, udara menjadi tidak bersih lagi atau udara mengalami pencemaran.

Bertambahnya pemukiman, kawasan industri, serta alat transportasi yang menggunakan bahan bakar bensin atau solar, membuat kadar CO2 di udara semakin tinggi. Gas CO2 berasal dari pembakaran yang dilakukan manusia dan hasil respirasi makhluk hidup.

Kegiatan industri juga akan menyebabkan terjadinya pencemaran udara karena menghasilkan zat-zat sisa pembakaran yang tidak sempurna, seperti SOx dan NOx.

Hal itu membuat langkanya udara bersih di kota-kota. Sebaliknya, udara kotor semakin banyak dijumpai. Udara kotor dapat menimbulkan berbagai penyakit pernapasan.


3. Dampak Ledakan Penduduk terhadap Kebutuhan Pangan

Dalam buku karyanya yang berjudul Essay on the Principle of Population, Thomas Robert Maltus menulis:
      ”Bahan pangan berperan penting dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat daripada pertumbuhan pangan. Pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertambahan bahan makanan mengikuti deret hitung”.

Pernyataan di depan menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan pangan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan pangan.

Apabila pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan, persediaan pangan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan penduduk. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bahaya kelaparan.

Selain itu, penduduk juga akan mengalami berkurangnya gizi. Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga mudah terserang penyakit.

Kekurangan gizi yang berlangsung dalam waktu relatif lama dapat menurunkan kualitas manusia. Oleh karena itu, perlu adanya usaha pemenuhan kebutuhan pangan penduduk. Usaha-usaha tersebut misalnya meningkatkan produksi pertanian dan peternakan.

Dengan demikian, pertumbuhan penduduk dapat diiringi dengan peningkatan produksi pangan. Grafik di samping ini menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk dengan jumlah kebutuhan pangan.
Pengaruh dan Dampak Kepadatan Penduduk dan Ledakan Penduduk Terhadap Lingkungan
Grafik: Grafik hubungan antara jumlah penduduk dengan jumlah kebutuhan pangan

4. Dampak Ledakan Penduduk terhadap Ketersediaan Lahan

Kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan sulitnya mendapatkan fasilitas pemukiman yang layak. Rumah-rumah penduduk saling berdekatan dan berdempetan sehingga ruang gerak menjadi terbatas.

Mereka yang tidak memiliki tempat tinggal terpaksa mendirikan gubuk liar. Para penghuni gubuk liar ini umumnya kurang dapat menjaga kebersihan lingkungan.

Gubuk-gubuk itu biasanya didirikan di tepi-tepi sungai yang memang sudah tidak sehat. Akibatnya, timbul pencemaran lingkungan berupa sampah menggunung, air sungai tergenang, dan udara berbau tidak sedap.

Selain itu, dengan didirikannya gubuk-gubuk liar di sepanjang tepian sungai serta sampah yang menggunung akan menghambat aliran sungai.

Akibatnya, saat musim hujan sungai akan meluap sehingga terjadi banjir. Hal ini terlihat jelas di daerah sekitar sungai Ciliwung di ibu kota Jakarta yang selalu terendam banjir jika musim hujan tiba.

Kalian telah mengetahui masalah-masalah dalam kependudukan beserta dampak-dampaknya. Sebagai warga negara yang baik, sebaiknya kalian ikut berpartisipasi dalam mengatasi masalah-masalah tesebut.

Misalnya saja dengan menghemat penggunaan sumber daya alam seperti penggunaan air bersih. Kalian bisa menggunakan air bersih sesuai kebutuhan. Dengan demikian, ketersediaan air bersih dapat tetap terjaga.

Solusi yang di tawarkan pemerintah untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk antara lain :

  1. Desentralisasi, yaitu pembangunan yang tidak hanya memusat di kota, namun menyebar ke daerah-daerah. 
  2. Modernisasi desa, yaitu pengembangan program pembangunan daerah dengan berbagai kegiatan. 
  3. Meningkatkan hasil-hasil pertanian melalui intensifikasi pertanian ataupun ekstensifikasi pertanian. d. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi antardaerah. 
  4. Meningkatkan kegiatan sentra industri kecil dan sedang di pedesaan.



Baca Juga : Pertumbuhan Penduduk Indonesia Serta Dampaknya
0

Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per tahun. Dengan demikian, jika di tahun 2010 jumlah penduduk 237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241 juta jiwa lebih. Bila laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Tanah Air pada 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia.

Apabila pertumbuhan penduduk terus bertambah, sementara laju pertumbuhan ekonomi berjalan lamban, maka negara tersebut akan semakin bertambah miskin dan akan mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya dan langkah konkret guna menghindari terjadinya ledakan penduduk di masa yang akan datang.

1.Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perkembangan Sosial

Pertumbuhan penduduk yang signifikan akan berdampak pada perubahan sosial kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku dalam masyarakat. Berikut adalah penjelasan mengenai pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perkembangan sosial di masyarakat.

a. Meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan sandang, pangan,dan papan

Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan pokok yang harus terpenuhi, yakni sandang, pangan, dan papan. Ketiga kebutuhan ini tak terelakkan lagi harus terpenuhi untuk kelanjutan hidup manusia. Kebutuhan akan sandang dapat dipenuhi oleh industry tekstil,kebutuhan akan pangan dapat dipenuhi oleh industri pertanian(salah satunya), dan kebutuhan papan dapat dipenuhi oleh industry bahan bangunan (salah satunya). Jika terjadi ledakan jumlah penduduk, maka semakin banyak pula manusia yang membutuhkan asupan sandang, pangan, dan papan.Tapi apa yang terjadi jika ternyata stok sandang, pangan, dan papan yang ada ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya semakin bertambah ?

Dalam buku berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968 oleh Paul R. Ehrlich meramalkan adanya bencana kemanusiaan akibat terlalu banyaknya penduduk dan ledakan penduduk. Karya tersebut menggunakan argumen yang sama seperti yang dikemukakan Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798), bahwa laju pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan . Sebagai contoh untuk kebutuhan pangan, pemerintah memiliki BULOG (Badan Urusan Logistik) untuk pemerintah pusatdan DOLOG (Depot Logistik) untuk pemerintah daerah yang berfungsi salah satunya untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan lain-lain. Semakin bertambahnya penduduk, maka akan semakin banyak pula kebutuhan pangan pokok yang harus disediakan oleh DOLOG.Bagaimana jika kebutuhan sembako yang disediakan oleh DOLOGternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk di daerah itu? Tentu sembako akan menjadi barang rebutan dan akan menjadi barang yang langka yang mengakibatkan harganya akan semakin melonjak dan masyarakat yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah tidak mampu membeli kebutuhan pangan tersebut, dan tentu akan berdampak pada kemiskinan yang kian parah.

b. Berkurangnya lahan tempat tinggal

Untuk memenuhi kebutuhan papan yakni rumah tentu kita memerlukan lahan untuk membangun. Semakin bertambah banyak penduduk, tentu kebutuhan akan rumah semakin banyak dan otomatis lahan yang dibutuhkan semakin banyak. Sementara lahan yang tersedia luasnya tetap. Yang akan terjadi adalah padatnya pemukiman dan sedikit sekali lahan-lahan kosong yang tersisa karena semakin sedikitnya lahan yang kosong, akan membuat harga tanah semakin melonjak, dan tentu saja masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak mampu membeli tanah untuk membangun rumah, sehingga mereka mencari “lahan” lain untuk tinggal, seperti kolong jembatan, taman kota, stasiun, emperan toko, dan lain-lain.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan papan, untuk memenuhi kebutuhan pangan pun kita memerlukan lahan. Misalnya beras, untuk menghasilkan beras tentu diperlukan sawah untukmenanam padi.Semakin bertambahnya penduduk semakin bertambah pula kebutuhan akan beras . Dan semakin bertambahnya kebutuhan beras akan semakin bertambah pula kebutuhan akan lahan untuk menanam padi. Apa yang terjadi jika lahan ‘lumbung padi’ nasional semakin lama semakin berkurang ? Jika kita dilihat dua fenomena di atas, ledakan penduduk  akan mengakibatkan terjadinya perebutan lahan untuk perumahan dan pertanian. Dan sebagian besar fenomena yang terjadi dewasa ini adalah pengikisan lahan yang lebih diutamakan untuk perumahan. Kemudian ledakan penduduk juga akan berakibat semakin berkurangnya rasio antara luas lahan dan jumlah penduduk atau yang  biasa kita sebut dengan kepadatan penduduk.

c. Meningkatnya investor yang datang

Dengan banyaknya jumlah penduduk akan berakibat menjamurnya pusat perbelanjaan. Seorang pengusaha tentu akan membangun usahanya ditempat yang strategis, tempat yang ramai, dan tempat yang menurutnya banyak terdapat konsumen. Kawasan padat penduduklah yang akan menjadi incaran para investor atau pengusaha. Untuk daerah perkotaan, para pengusaha akan cenderung untuk membangun pusat perbelanjaan modern atau yang biasa kita sebut Mall. Mungkin menurut sebagian besar orang, suatu daerah yang memiliki banyak Mall mencirikan bahwa daerah tersebut adalah daerah metropolitan yang masyarakatnya cenderung berada di kelas ekonomi menengah ke atas dan akan mendongkrak gengsi masyarakat. Padahal fakta yang ada di balik fenomena menjamurnya pusat perbelanjaan modern adalah meningkatnya sifat konsumtif. Jika jumlah pusat perbelanjaan di suatu daerah semakin banyak, lama kelamaan akan menimbulkan sifat konsumtif masyarakat di daerah tersebut.

Sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas, tidak  kreatif,dan akhirnya akan menuju ke arah kemiskinan. Mengapa sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas ? Hal ini disebabkan  karena masyarakat merasa semuanya sudah tersedia di pusat perbelanjaan tersebut. Sehingga mereka malas untuk  memproduksi sesuatu. Dan akibatnya masyarakat akan terus bergantung pada keberadaan pusat perbelanjaan tersebut dan menjadi masyarakat yang tidak produktif.

d. Meningkatnya angka pengangguran

Semakin bertambahnya jumlah penduduk tentu akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Namun bagaimana jika lapangan pekerjaan yang tersedia tidak cukup menampung jumlah tenaga kerja yang ada? Tentu hal ini akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran.

Ledakan penduduk adalah masalah yang harus segera ditangani dengan serius oleh pihak-pihak yang terkait karena apabila permasalahan ini terus berlanjut akan mengakibatkan dampak-dampak yang telah dijelaskan. Adapun solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan ledakan penduduk yaitu:


  1. Melakukan program transmigrasi
  2. Menggalakkan program keluarga berencana
  3. Mengoptimalkan lahan dengan menggunakan teknologi
  4. Pemerataan pembangunan


2. Hubungan Antara Masalah Penduduk dengan Perkembangan Kebudayaan

“ Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat “ (Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi)

Tidak ada kebudayaan yang statis, semua kebudayaan mempunyai dinamika dan gerak. Gerak kebudayaan sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan. Gerak manusia terjadi oleh karena mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lain.

Terjadinya gerak / perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal :


  1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
  2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah lebih cepat.

Gerak tersebut tidak hanya disebabkan oleh jumlah penduduk dan komposisinya, juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.

Perubahan kebudayaan terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Beberapa masalah yang menyangkut proses itu adalah :


  • Unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima
  • Unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima
  • Individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur baru
  • Ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut

Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya? Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta, maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan-peraturan kemasyarakatan. Pada awalnya peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya harus patuh terhadap peraturan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam suatu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.

Hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul, manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya harus menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.

Sumber :
https://yiswinilam.wordpress.com/2011/10/27/pengaruh-pertumbuhan-penduduk-terhadap-perkembangan-sosial-dan-kebudayaan/
0

Kamis, 12 Mei 2016


Indonesia menjadi salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk 255,461,700 jiwa perkiraan Badan Pusat statistik pada tanggal 1 Juli 2015 yang membuat indonesia berada di peringkat 4 untuk Daftar Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.

Kepadatan penduduk merupakan salah satu masalah yang serius di alami oleh indonesia.Maka dari itu kita harus mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk di suatu Daerah.

Umumnya penduduk di bagi menjadi dua yaitu:

  • Orang yang tinggal di daerah tersebut
  • Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.


Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk suatu negara secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor demografis (yang meliputi kelahiran, kematian dan migrasi) serta faktor nondemografi (seperti kesehatan dan tingkat pendidikan).

Berikut ini dibahas faktor-faktor demografi yang memengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi.


  • Kelahiran (Natalitas/Fertilitas)


Secara umum angka kelahiran dapat dibedakan menjadi tiga yaitu angka kelahiran kasar, angka kelahiran khusus, dan angka kelahiran umum.
Kelahiran bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, Antara lain menikah di usia muda dan tidak melaksanan program keluarga berencana yang menyebabkan meningkatnya angka kelahiran. Kedua yang menghambat kelahiran itu kerena menggunakan program keluarga berencana.

  •  Angka Kematian (Mortalitas)


Angka kematian dibedakan menjadi tiga macam yaitu angka kematian kasar, angka kematian khusus, dan angka kematian bayi.
Kematian juga dapat di pengaruhi beberapa faktor yaitu pendukung dan penghambat,
Pendukung, faktor pendukung yang menyebabkan angka kematian antara lain , tidak menjaga kesehatan, kurang sarana kesehatan di wiliyah tersebut seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Apotik, kemiskinan yang berlebihan yang menyebabkan kurangnya asupan gizi,wilayah perperangan, bencana alam, pola makan tidak teratur dan wabah penyakit.
Penghambat, Dan Faktor Yang menghambat kematian antara lain menjaga kesehatan, pola makan yang teratus, makan yang bergizi, sedikitnya angka kemiskinan, sarana kesehatan yang lengkap.


  • Migrasi


Migrasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi angka pertumbuhan penduduk. Migrasi adalah perpindahan penduduk.

Orang dikatakan telah melakukan migrasi apabila orang tersebut telah melewati batas administrasi wilayah lain.

  1. Migrasi keluar adalah keluarnya penduduk dari suatu wilayah menuju wilayah lain dan bertujuan untuk menetap di wilayah yang didatangi.Penduduk yang pergi bisa saja orang di suatu wilayah datang ke wilayah lain yang bertujuan untuk menetap, belajar, atau bekerja, dalam jumlah yang banyak, seperti menjadi TKI, hal ini bisa menyebabkan menurunnya jumlah penduduk.
  2. Migrasi masuk adalah masuknya penduduk dari wilayah lain ke suatu wilayah dengan tujuan menetap di wilayah tujuan.Penduduk yang datang bisa saja orang yang dari luar wilayah datang ke wilayah kita yang bertujuan untuk menetap, belajar, atau bekerja, hal ini bisa menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk.


Migrasi keluar adalah orang yang melakukan migrasi ditinjau dari daerah asalnya, sedangkan migrasi masuk adalah orang yang melakukan migrasi ditinjau dari daerah tujuannya.



0

Apa itu BkkbN ? pernahkah anda mendengar kata tersebut namun masih belum mengerti apa maksud dari kata tersebut atau sudah mengetahuinya namun belum tau apa saja tugas tugas dan fungsinya.
Sebelum saya membahas tugas fungsi BkkbN sebaiknya kita harus tau apa itu BkkbN.



Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (dahulu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), disingkat BKKBN, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera.

BKKBN pernah sukses dengan slogan dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja. Namun, untuk menghormati hak asasi manusia, BKKBN memiliki slogan dua anak lebih baik. Saat ini, BKKBN kembali dengan slogan dua anak cukup.

Sejarah BKKBN

Periode Perintisan (1950-an – 1966)

Organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF). PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat perkawinan.

Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah tanah air.

Dengan lahirnya Orde Baru pada bulan maret 1966 masalah kependudukan menjadi fokus perhatian pemerintah yang meninjaunya dari berbagai perspektif. Perubahan politik berupa kelahiran Orde Baru tersebut berpengaruh pada perkembangan keluarga berencana di Indonesia. Setelah simposium Kontrasepsi di Bandung pada bulan Januari 1967 dan Kongres Nasional I PKBI di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1967.

Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB Nasional

Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta dikeluarkan pernyataan sebagai berikut:


  1. PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan mengenai keluarga berencana yang akan dijadikan program pemerintah
  2. PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai Program Pemerintah segera dilaksanakan.
  3. PKBI sanggup untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan program KB sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.

Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:


  1. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.
  2. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

Periode Pelita I (1969-1974)

Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan Periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, untuk itu pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat.

Periode Pelita II (1974-1979)

Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.

Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

Periode Pelita III (1979-1984)

Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.


Periode Pelita IV (1983-1988)


Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa  ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.

Pada periode ini juga secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

Periode Pelita V (1988-1993)

Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS).  Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi.

Pada periode ini ditetapkan UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Periode Pelita VI (1993-1998)

Pada Pelita VI dikenalkan pendekatan baru yaitu “Pendekatan Keluarga” yang bertujuan untuk menggalakan partisipasi masyarakat dalam gerakan KB nasional. Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian.

Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.

Periode Pasca Reformasi

Dari butir-butir arahan GBHN Tahun 1999 dan perundang-undangan yang telah ada, Program Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Arahan GBHN ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000.

Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan keluarga berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era desentralisasi.

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas. Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN (pasal 54 ayat 1 dan 2).

Peran dan fungsi baru BKKBN diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 92/PER/B5/2011 tentang Organisasi Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, sehingga perlu dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap Renstra  BKKBN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-2014 meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya.

Pasca Reformasi Kepala BKKBN telah mengalami beberapa pergantian:

Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa.

Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan.

Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.

Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN pada tanggal 24 Nopember 2006.

Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).

Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Tugas dan Fungsi

Tugas
Melaksanakan tugas pemerintahan dibidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Fungsi

  1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
  2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BKKBN.
  3. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah, swasta, LSOM dan masyarakat dibidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
  4. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Kewenangan

  1. Penyusunan rencana nasional secara makro dibidangnya.
  2. Perumusan kebijakan dibidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.
  3. Perumusan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak.
  4. Penetapan sistem informasi dibidangnya.
  5. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :


  • Perumusan dan pelaksanaan kegiatan tertentu dibidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
  • Perumusan pedoman pengembangan kualitas keluarga
Visi dan Misi
Visi
Menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas
Misi
  1. Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan Kependudukan
  2. Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
  3. Memfasilitasi Pembangunan Keluarga
  4. Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
  5. Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten​

Data Kependudukan Menurut BkkbN dapat di jumpai di link berikut :
http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/default.aspx
0

Penulis

authorHi ! Nama saya Herul syahwandi 17 tahun saya seorang pelajar di
Sma Negeri 1 Pangkalan Bun



Jumlah Penayangan